ANIMANDAYA BEGAWAN, terkadang disebut Begawan Nimandaya atau Nimandawya, adalah pertapa Sakti yang mengutuk Batara Darma sehingga dewa kejujuran, keadilan, dan kebenaran itu harus menjalani hidup sebagai manusia biasa yang dilahirkan oleh wanita berdarah sudra.
Pada suatu saat ketika:
Begawan Animandaya sedang bertapa membisu, seorang pencuri masuk ke pertapaannya. Pencuri itu menyembunyikan barang curiannya di salah satu sudut pertapaan, kemudian ia bersembunyi. Beberapa saat kemudian datanglah para punggawa kerajaan yang mengejar pencuri itu. Mereka menanyakan kepada sang Pertapa, di manakah pencuri itu bersembunyi. Namun karena selama bertapa mbisu tidak boleh berbicara, Begawan Animandaya tidak menjawab sepatah kata pun. la tetap saja meneruskan tapanya.
Karena tidak mendapat jawaban, para prajurit lalu masuk dan menggeledah pertapaan. Tidak lama kemudian mereka menemukan barang curian itu. Karena adanya barang bukti itu Begawan Animandaya ditangkap dan dibawa ke hadapan raja.
Sang Raja menanyakan soal barang curian yang ditemukan di pertapaan itu kepada Begawan Animandaya, tetapi pertapa itu tetap saja membisu. Akibatnya, sang Raja marah dan menjatuhkan hukuman yang amat berat kepada Begawan Animandaya. Tubuh pertapa itu ditusuk dengan tombak di bagian anusnya, tembus hingga ke ubun-ubun. Namun karena kesaktian yang dimilikinya, Begawan Animandaya tidak mati. ia tetap hidup dan sehat segar, walaupun sebatang tombak membuat tubuhnya seperti sate. Melihat kesaktian sang Pertapa yang luar biasa ini sang Raja menyesal dan minta maaf atas kecerobohannya menjatuhkan hukuman. Sang Pertapa memaafkannya.
Bertahun-tahun kemudian Begawan Animandaya meninggal karena usia tua. Di kahyangan suksma sang Pertapa datang menemui Batara Darma dan menanyakan tentang pengalamannya ketika hidup di dunia. Mengapa ketika masih hidup dulu ia harus menerima nasib buruk dan mengalami penyiksaan keji padahal selalu berbuat kebaikan. Batara Darma menjawab, memang seingat Animandaya ia selalu berbuat kebaikan dan tidak pernah berbuat keji. Namun Batara Darma mengingatkan, ketika masih kecil Animandaya pernah menyiksa seekor belalang dengan menusuk tubuh binatang itu hidup-hidup dengan sebatang lidi. Menurut Dewa Keadilan, apa yang pernah dialami oleh Begawan Animandaya semasa hidupnya sudah sesuai dengan karmanya.
Jawaban Batara Darma ini tidak memuaskan Begawan Animandaya. Setahu pertapa itu, aturan agama apa pun tidak menyebutkan bahwa perbuatan anak-anak tidak dianggap sebagai suatu dosa, apa lagi bilamnna si Anak yang berbuat itu belum paham mengenai soal salah dan benar. Mendengar bantahan Animandaya itu, Batara Darma terdiam. Ia tidak dapat menjawab.
Karena tidak puas, Animandaya lalu mengucapkan kutukannya, Batara Darma harus menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa, dan dilahirkan oleh seorang wanita berdarah sudra. Kutukan itu ternyata terbukti, Batara Darma terpaksa turun ke dunia dan menitis pada Yama Widura, putra Abiyasa dari Dayang Drati, seorang pelayan istana yang berdarah sudra.
Pada suatu saat ketika:
Begawan Animandaya sedang bertapa membisu, seorang pencuri masuk ke pertapaannya. Pencuri itu menyembunyikan barang curiannya di salah satu sudut pertapaan, kemudian ia bersembunyi. Beberapa saat kemudian datanglah para punggawa kerajaan yang mengejar pencuri itu. Mereka menanyakan kepada sang Pertapa, di manakah pencuri itu bersembunyi. Namun karena selama bertapa mbisu tidak boleh berbicara, Begawan Animandaya tidak menjawab sepatah kata pun. la tetap saja meneruskan tapanya.
Karena tidak mendapat jawaban, para prajurit lalu masuk dan menggeledah pertapaan. Tidak lama kemudian mereka menemukan barang curian itu. Karena adanya barang bukti itu Begawan Animandaya ditangkap dan dibawa ke hadapan raja.
Sang Raja menanyakan soal barang curian yang ditemukan di pertapaan itu kepada Begawan Animandaya, tetapi pertapa itu tetap saja membisu. Akibatnya, sang Raja marah dan menjatuhkan hukuman yang amat berat kepada Begawan Animandaya. Tubuh pertapa itu ditusuk dengan tombak di bagian anusnya, tembus hingga ke ubun-ubun. Namun karena kesaktian yang dimilikinya, Begawan Animandaya tidak mati. ia tetap hidup dan sehat segar, walaupun sebatang tombak membuat tubuhnya seperti sate. Melihat kesaktian sang Pertapa yang luar biasa ini sang Raja menyesal dan minta maaf atas kecerobohannya menjatuhkan hukuman. Sang Pertapa memaafkannya.
Bertahun-tahun kemudian Begawan Animandaya meninggal karena usia tua. Di kahyangan suksma sang Pertapa datang menemui Batara Darma dan menanyakan tentang pengalamannya ketika hidup di dunia. Mengapa ketika masih hidup dulu ia harus menerima nasib buruk dan mengalami penyiksaan keji padahal selalu berbuat kebaikan. Batara Darma menjawab, memang seingat Animandaya ia selalu berbuat kebaikan dan tidak pernah berbuat keji. Namun Batara Darma mengingatkan, ketika masih kecil Animandaya pernah menyiksa seekor belalang dengan menusuk tubuh binatang itu hidup-hidup dengan sebatang lidi. Menurut Dewa Keadilan, apa yang pernah dialami oleh Begawan Animandaya semasa hidupnya sudah sesuai dengan karmanya.
Jawaban Batara Darma ini tidak memuaskan Begawan Animandaya. Setahu pertapa itu, aturan agama apa pun tidak menyebutkan bahwa perbuatan anak-anak tidak dianggap sebagai suatu dosa, apa lagi bilamnna si Anak yang berbuat itu belum paham mengenai soal salah dan benar. Mendengar bantahan Animandaya itu, Batara Darma terdiam. Ia tidak dapat menjawab.
Karena tidak puas, Animandaya lalu mengucapkan kutukannya, Batara Darma harus menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa, dan dilahirkan oleh seorang wanita berdarah sudra. Kutukan itu ternyata terbukti, Batara Darma terpaksa turun ke dunia dan menitis pada Yama Widura, putra Abiyasa dari Dayang Drati, seorang pelayan istana yang berdarah sudra.